Malang Kota Bunga

Banyak sebutan yang disandang Kota Malang, salah satu sebutan itu adalah Malang Kota Bunga. Sebuah julukan yang kemudian menjadi salah satu nama Radio yang dikenal dengan radio Makobu (Malang Kota Bunga).
Bicara kota Bunga, salah satu catatan sejarah pertama yang menyatakan jika keindahan bunga di Malang diaplikasikan pada saat Rakai Knuruhan memberikan penghargaan kepada Bulul. Pada prasasti yang bertarikh tahun 935 Masehi dikatakan jika Bulul diberi Sima karena mampu membuat sebuat taman dengan bunga yang warna-warni.
Kemudian taman-taman di Malang dikabarkan berkembang hebat di masa Kerajaan meskipun tidak disebut dengan jelas di Prasasti.
Pada 1922, Pemerintah Kolonial memberikan sebutan de Bloemenstad (Kota Bunga). Sebutan ini diberikan karena pada waktu itu ada kebijakan Pemerintah Kotapraja Malang yang sedang berkonsentrasi membangun semua taman-taman kota dengan bermacam-macam tanaman. Pembangunan ini ditugaskan kepada Cultuurschool (Sekolah Pertanian/SPMA) yang mempunyai tugas menanamkan cinta tumbuhan pada masyarakat Malang.
Taman-taman pun mulai marak di Malang, dan kemudian sesuai keputusan Pemerintah pada tahun 1937 no. 24 Gemeente Malang juga membangun Pasar Bunga di Alun-alun Kota Malang, yang bertujuan untuk menambah keindahan kota.
Di awal pendirian, Pasar Bunga sangat ramai karena pada saat itu bunga banyak dibutuhkan untuk kegiatan upacara tradisional juga upacara pemakaman bagi masyarakat Bumiputera, sedangkan penduduk Eropa lebih mengenal bunga sebagai hiasan rumah.
Kebutuhan akan bunga, kemudian didukung dengan lokasi yang strategis yaitu berada di pusat kota, membuat Pasar Bunga ini bisa bertahan hingga paska kemerdekaan bahkan disaat beberapa pasar di Kota Malang hancur dan beberapa pasar ditutup karena sepi.
Menurut Sejarawan Dwi Cahyono, sebutan kota Bunga semakin terlihat saat ada KNIP di Gedung Societet Concordia pada 1947 (sekarang Sarinah Malang). Pada saat itu banyak warga Belanda yang senang dengan adanya bunga di Pasar Bunga Alun-alun.

Banyak sebutan yang disandang Kota Malang, salah satu sebutan itu adalah Malang Kota Bunga. Sebuah julukan yang kemudian menjadi salah satu nama Radio yang dikenal dengan radio Makobu (Malang Kota Bunga).
Bicara kota Bunga, salah satu catatan sejarah pertama yang menyatakan jika keindahan bunga di Malang diaplikasikan pada saat Rakai Knuruhan memberikan penghargaan kepada Bulul. Pada prasasti yang bertarikh tahun 935 Masehi dikatakan jika Bulul diberi Sima karena mampu membuat sebuat taman dengan bunga yang warna-warni.
Kemudian taman-taman di Malang dikabarkan berkembang hebat di masa Kerajaan meskipun tidak disebut dengan jelas di Prasasti.
Pada 1922, Pemerintah Kolonial memberikan sebutan de Bloemenstad (Kota Bunga). Sebutan ini diberikan karena pada waktu itu ada kebijakan Pemerintah Kotapraja Malang yang sedang berkonsentrasi membangun semua taman-taman kota dengan bermacam-macam tanaman. Pembangunan ini ditugaskan kepada Cultuurschool (Sekolah Pertanian/SPMA) yang mempunyai tugas menanamkan cinta tumbuhan pada masyarakat Malang.
Taman-taman pun mulai marak di Malang, dan kemudian sesuai keputusan Pemerintah pada tahun 1937 no. 24 Gemeente Malang juga membangun Pasar Bunga di Alun-alun Kota Malang, yang bertujuan untuk menambah keindahan kota.
Di awal pendirian, Pasar Bunga sangat ramai karena pada saat itu bunga banyak dibutuhkan untuk kegiatan upacara tradisional juga upacara pemakaman bagi masyarakat Bumiputera, sedangkan penduduk Eropa lebih mengenal bunga sebagai hiasan rumah.
Kebutuhan akan bunga, kemudian didukung dengan lokasi yang strategis yaitu berada di pusat kota, membuat Pasar Bunga ini bisa bertahan hingga paska kemerdekaan bahkan disaat beberapa pasar di Kota Malang hancur dan beberapa pasar ditutup karena sepi.
Menurut Sejarawan Dwi Cahyono, sebutan kota Bunga semakin terlihat saat ada KNIP di Gedung Societet Concordia pada 1947 (sekarang Sarinah Malang). Pada saat itu banyak warga Belanda yang senang dengan adanya bunga di Pasar Bunga Alun-alun.
Banyak sebutan yang disandang Kota Malang, salah satu sebutan itu adalah Malang Kota Bunga. Sebuah julukan yang kemudian menjadi salah satu nama Radio yang dikenal dengan radio Makobu (Malang Kota Bunga).
Bicara kota Bunga, salah satu catatan sejarah pertama yang menyatakan jika keindahan bunga di Malang diaplikasikan pada saat Rakai Knuruhan memberikan penghargaan kepada Bulul
. Pada prasasti yang bertarikh tahun 935 Masehi dikatakan jika Bulul diberi Sima karena mampu membuat sebuat taman dengan bunga yang warna-warni.
Kemudian taman-taman di Malang dikabarkan berkembang hebat di masa Kerajaan meskipun tidak disebut dengan jelas di Prasasti.
Pada 1922, Pemerintah Kolonial memberikan sebutan de Bloemenstad (Kota Bunga). Sebutan ini diberikan karena pada waktu itu ada kebijakan Pemerintah Kotapraja Malang yang sedang berkonsentrasi membangun semua taman-taman kota dengan bermacam-macam tanaman. Pembangunan ini ditugaskan kepada Cultuurschool (Sekolah Pertanian/SPMA) yang mempunyai tugas menanamkan cinta tumbuhan pada masyarakat Malang.
Taman-taman pun mulai marak di Malang, dan kemudian sesuai keputusan Pemerintah pada tahun 1937 no. 24 Gemeente Malang juga membangun Pasar Bunga di Alun-alun Kota Malang, yang bertujuan untuk menambah keindahan kota.
Di awal pendirian, Pasar Bunga sangat ramai karena pada saat itu bunga banyak dibutuhkan untuk kegiatan upacara tradisional juga upacara pemakaman bagi masyarakat Bumiputera, sedangkan penduduk Eropa lebih mengenal bunga sebagai hiasan rumah.
Kebutuhan akan bunga, kemudian didukung dengan lokasi yang strategis yaitu berada di pusat kota, membuat Pasar Bunga ini bisa bertahan hingga paska kemerdekaan bahkan disaat beberapa pasar di Kota Malang hancur dan beberapa pasar ditutup karena sepi.
Menurut Sejarawan Dwi Cahyono, sebutan kota Bunga semakin terlihat saat ada KNIP di Gedung Societet Concordia pada 1947 (sekarang Sarinah Malang). Pada saat itu banyak warga Belanda yang senang dengan adanya bunga di Pasar Bunga Alun-alun.
Hingga tahun 1960-an, Pasar Bunga masih hadir di Alun-alun. Bahkan jumlah pedagang sudah meningkat seperti penjual gula kapuk, penjual balon yang diisi karbit, dan lain sebagainya.
Kemudian, di periode tahun yang sama. Pemerintah Kodya Malang kemudian membangun Pasar Bunga dan burung di wilayah Splendid dan pasar itu berkembang mulai sekarang.
Saat ini, Walikota Malang HM Anton menggalakan revitalisasi taman dengan penanaman bunga-bunga untuk memperindahnya. Dia pun tidak risih manakala mendapatkan sebutan Wagiman atau Walikota Gila Taman.

Comments

Popular Posts